Sabtu, 07 Januari 2012

SEJARAH TINTA DI DUNIA ISLAM



  
belajar dan seni memainkan peranan penting dalam sebuah peradaban, apalagi, di era keemasan Islam, kedua bidang itu mendapat perhatian yang sangat besar dari para khalifah, ilmuwan, seniman dan masyarakat Muslim. Salah satu faktor yang telah mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dn seni rupa di dunia Islam adalah tersedianya tinta dan zat warna.


Tinta dan zat warna merupakan bahan yang sangat penting untuk menopang aktivitas keilmuan dan seni rupa. Karena itulah, umat Muslim di zaman kekhalifahan memberi perhatian khusus terhadap ketersediaan tinta dan zat warna.

Perkembangan industri tinta dan zat warna direkam secara khusus oleh Al-Muzz Ibnu Badis (wafat 416 H / 1025 H) dalam bukunya bertjuk, Umdat Al-Kuttab (buku tentang Keahlian Menulis dan peralatan oarang-orang arief). Peradaban Islam memang bukanlah yang pertama menemukan tinta dan zat warna. Menurut catatan sejarah, peradaban Cina telah menemukan tinta untuk menghitamkan permukaan gambar dan tulisan yang terpahat pada batu sekitar 5000 tahun yang lalu. mereka membuat tinta dari campuran jelaga dari asap kayu cemara, lampu minyak dan jelatin dari kulit binatang serta darah yang dibekukan.

Ada pula yang menyebutkan, tinta telah digunakan peradaban India kuno pada abad ke-4 SM, Hal ini terungkap dari sebuah naskah kuno India, Kharosthi, yang ditemukan para arkeolog di wilayah Turkistan Cina, sekarang provinsi Xinjiang. Resep pembuatan tinta telah ditemukan 1.600 tahun yang lalu, ungkap sharon J Hutington.

Will Kwiatkowski dalam bukunya berjudul, ink and Gold: Islamic Calligraphy, menuturkan, produksi tinta di dunia Islam telah di mulai pada 1000 tahun yang lalu. Pada masa itu, tinta digunakan untuk menulis kaligrafi. Produksi tinta sama pesatnya dengan pencapaian dunia Islam di bidang seni Kaligrafi. Produksi tinta berkembang di setiap kekhalifahan, seperti Abbasiyah (749-1258), Selbuk (1055-1243), Safawiyah (1520-1736) dan Mughal (1526-1857)

Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology;An Ilustrated History mengungkapkan di era kejayaan peradaban Muslim telah mampu memproduksi tinta hitam. Pada massa itu, terdapat dua tipe utama permanen. Pertama, tinta permanen yang dihasilkan dari partikel-partikel halus karbon dan kedua adalah tinta hitam yang berasal dari besi tanat.

Menurut Al-Hassan dan Hill, karbon untuk tinta hitam diperoleh dari jelaga berbagai minyak dan lemak, seperti minyak biji rami dan minyak bumi atau arang giling yang dibuat dari berbagai biji-bijian. Cara membuat tinta di masa itu begitu khas. Salah satu cara membuat tinta dari jelaga, papar Al-Hasan, dengan menggunakan lampu empat sumbu untuk membakar minyak biji rami.

Pada bagian atas lampu terdapat penutup berbentuk kubah dengan sebuah lubang dan di atasnya terdapat lagi enam penutup serupa berbentuk cerobong. Sumbu dinyalakan dan minyak terbakar habis, kemudian jelaga yang terkumpul di dalam cerobong dikumpulkan menggunakan bulu. Selanjutnya, jelaga itu diayak hingga didapat serbuk yang halus. Pembuatan tinta permanennya juga ada yang menggunakan gom Arab (diperolah dari tumbuhan sejenis akasia) sebagai bahan pengikat, walaupun glair (dibuat dari kocokan putih telur) dapat dijadikan alternatif.

“Tinta lain juga dijabarkan dalam manuskrip Arab, di antaranya tinta biru-hitam yang didapatkan dari biji-bijian tertentu dan ferro sulfat yang msih digunakan hingga kini” ungkap Al-Hassa dan Hill.

0 komentar:

Posting Komentar