Selasa, 25 November 2014

Agama dan Sekte-Sekte di Pulau Jawa

http://fc00.deviantart.net/fs71/f/2010/334/c/4/candi_sewu_by_alampramono-d33yu48.jpg
Seperti bangsa-bangsa lain, penduduk pulau jawa berkembang bersama alam. pada awalnya, penduduk Jawa merupakan bangsa pengembara di rimba belantara, dan berjuang mempertahankan hidupnya di tengah binatang dan alam yang masih buas. di tengah alam yang masih buas itulah orang Jawa mulai mempelajari pengaruh alam berupa cuaca panas dan dingin, hujan dan kekeringan, angin dan topan, terang dan gelap dan semua kekuatan yang terdapat di alam. dengan terus-menerus berjuang melawan alam, lambat laun penduduk di pulau Jawa dapat mengenal kekuatannya sendiri.

            Melalui pergaulannya dengan berbagai kekuatan alam, timbullah pemahaman di kalangan orang Jawa bahwa setiap gerakan, kekuatan dan kejadian di alam, disebabkan oleh makhluk-makhluk yang berada di sekitarnya. Pandangan ini disebut paham Animisme, yaitu paham yang meyakini adanya kekuatan roh atau kekuatan alam lainnya. Keyakinan terhadap kekuatan roh ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
fetitisme dan spiritisme. Fetitisme adalah pemujaan kepada benda-benda berwujud yang tampak memiliki jiwa, sedangkan spiritisme adalah pemujaan terhadap roh-roh leluhur dan makhluk-makhluk halus lainnya yang terdapat di alam.
            Keyakinan hasil didikan alam ini terus dianut oleh orang Jawa secara turun-temurun. Bahkan ketika zaman kolonial, ketika orang Jawa sudah banyak yang menganut agama formal, seperti Islam, Hindu, Nasrani dan pemujaan terhadap kekuatan alam tidak ditinggalkan. Tampaknya agama yang mereka anut tidak mampu menghilangkan keyakinan terhadap adanya kekuatan alam.
            Kepercayaan atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut sebagai “kejawen”. Ajaran kejawen merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama formal dengan pemujaan terhadap kekuatan alam. Sebagai contoh, orang Jawa banyak yang menganut agama Islam, tetapi pengetahuan mereka tentang agamanya boleh dikatakan masih kurang mendalam. Praktik keagamaan yang dilakukan hanya sebagai seremoni semata (ini merupakan hasil pengamatan Van Hien sebelum perang dunia ke-2).
            Pengamat yang teliti akan mengetahui bahwa orang Jawa memiliki kepercayaan yang beragam dan campur aduk. Praktik keagamaan yang dianut oleh orang Islam banyak dipengaruhi oleh kepercayaan dari agama Brahma, Budha, Magisme, Dualisme dan kepercayaan kepada alam. Penduduk di pulau Jawa juga masih banyak berpedoman pada primbon dan petangan dalam melakukan ritual keagamaan. Petangan adalah pedoman yang berasal dari praktik pemujaan terhadap dewa-dewa dan makhluk-makhluk sakral dari agama Budha dan Parsi. 
            Ketika agama islam masuk ke pulau Jawa, kepercayaan yang dianut orang Jawa terbagi ke dalam beberapa sekte, seperti sekte Hindu, Brahma dan Budha. Sekte tersebut berasal dari perbedaan agama di negeri asalnya di India, yang kemudian dibawa penganutnya yang pindah ke Jawa. Pada masa kedatangan agama Islam, mereka tetap mempertahankan kepercayaannya. Oleh kalangan islam, mereka yang menganut sekte-sekte tersebut dijuluki sebagai Badawi, Baduwi atau perampok.
            Secara garis besar agama dan keyakinan yang dianut orang Jawa pada tahun 1920 dibagi menjadi; Tiang Tengger, Animisme dan Islam. Tiang Tengger adalah orang Jawa yang menganut kepercayaan yang berasal dari Hindu Wasiya yang semula menganut kepercayaan Brahma. Ketika ajaran Islam menyebar di Pulau Jawa pada abad ke 14, mereka tetap mempertahankan kepercayaannya. Akan tetapi ketika pelarian Hindu Parsi datang ke Jawa pada abad ke-16, mereka beralih kepercayaan ke agama Hindu Parsi.
            Kaum animis merupakan penduduk Jawa yang menganut keyakinan asli Jawa. Ketika agama Islam menyebar ke Pulau Jawa, mereka tetap mempertahankan kepercayaannya. Oleh karena Islam disebut sebagai Tiang Pasek atau orang tanpa kepercayaan.
            Penganut Islam yang merupakan golongan terbesar di pulau Jawa, ternyata tidak memeluk agama ini secara murni sehingga masih dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
·         Kaum Islam yang asih memegang campuran kepercayaan Brahma dan Budha
·         Kaum Islam yang menganut kepercayaan magic dan dualisme
·         Kaum Islam yang masih menganut Animisme
·         Kaum Islam yang menganut agamanya secara murni.
            Oleh Prof. Veth, ketiga sekte Islam yang pertama disebut sebagai kejawen. Sampai saat ini, ajaran kejawen maish banyak dianut oleh orang Jawa. Sangat sulit untuk dapat melihat keyakinan orang Jawa secara murni karena ajaran agama yang dianut merupaakan percampuran dengan ajaran-ajaran sebelumnya di masa lalu. Pedoman dari kepercayaan campuran ini tampak pada ajaran yang disebut sebagai petangan. Petangan selain mempengaruhi kehidupan keagamaan yang dianut, juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari orang Jawa.
            Petangan adalah keyakinan mengenai hubungan antara manusia dan roh-roh halus dan emrupakan sarana bantu di amna Yang Kuasa dapat menampakkan diri secara tidak langsung kepada manusia. Petangan dapat memberi harapan dan kedamaian dan juga kekuasaan. Oleh orang Jawa, petangan dibagi menjadi empat jenis, yaitu;
·         Pawukon
·         Ngelmu
·         Tengeran
·         Primbon
            Pawukon adalah petangan yang dipakai oleh orang-orang Baduwi. Ngelmu adalah petangan yang dipakai oleh orang Tengger. Tengeran adalah petangan yang dipakai oleh Tiang Pasek dan Animisme. Sedangkan Primbon adalah petangan yang dipakai oleh keempat golongan Islam.
            Dalam petangan tadi, orang Jawa mengenal zat-zat gaib. Zat gaib menurut orang Jawa dipilah menjadi empat kelas utama, yaitu;
1.      Dewa-dewi utama dan dewa-dewi lainnya, serta makhluk-makhluk lain yang dipercayai oleh ajaran Budha dan Hindu. Kepercayaan ini terutama dianut oleh orang Baduwi dan orang Jawa yang nenek moyang sebelumnya memeluk agama tersebut
2.      Zat yang dipuja sebagai Tuhan dari benda-benda angkasa dan unsur-unsur yang berasal dari magisme dan dualisme. Orang Jawa mengenal ajaran ini dari kalangan Hindu Parsi. Kepervayaan ini terutama dihargai dan dianut oleh Tiang Tengger dan keturunannya yang beragama Hindu Parsi.
3.      Setan-setan, jin-jin dan makhluk-makhluk halus yang berasal dari pemujaan alam. Kepercayaan ini terutama dianut oleh Tiang Pasek sebagai penduduk asli dari pulai Jawa dan keturunannya yang telah beragama Islam. Meskipun telah beragama Islam, mereka tetap menghargai dan takut terhadap jin, setan dan makhluk halus yang bersumber dari pemujaan terhadap alam.
4.      Makhluk-makhluk yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab agama Islam lainnya. Makhluk-makhluk gaib ini dihargai dan ditakuti oleh mereka yang beragama islam (pada zaman dahulu).

#sumber: Dunia Mistik Orang Jawa, Capt. R.P. Suyono

0 komentar:

Posting Komentar