Seperti bangsa-bangsa lain, penduduk pulau jawa
berkembang bersama alam. pada awalnya, penduduk Jawa merupakan bangsa
pengembara di rimba belantara, dan berjuang mempertahankan hidupnya di tengah
binatang dan alam yang masih buas. di tengah alam yang masih buas itulah orang
Jawa mulai mempelajari pengaruh alam berupa cuaca panas dan dingin, hujan dan
kekeringan, angin dan topan, terang dan gelap dan semua kekuatan yang terdapat
di alam. dengan terus-menerus berjuang melawan alam, lambat laun penduduk di pulau
Jawa dapat mengenal kekuatannya sendiri.
Melalui
pergaulannya dengan berbagai kekuatan alam, timbullah pemahaman di kalangan
orang Jawa bahwa setiap gerakan, kekuatan dan kejadian di alam, disebabkan oleh
makhluk-makhluk yang berada di sekitarnya. Pandangan ini disebut paham
Animisme, yaitu paham yang meyakini adanya kekuatan roh atau kekuatan alam
lainnya. Keyakinan terhadap kekuatan roh ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
fetitisme dan spiritisme. Fetitisme adalah pemujaan kepada benda-benda berwujud yang tampak memiliki jiwa, sedangkan spiritisme adalah pemujaan terhadap roh-roh leluhur dan makhluk-makhluk halus lainnya yang terdapat di alam.
fetitisme dan spiritisme. Fetitisme adalah pemujaan kepada benda-benda berwujud yang tampak memiliki jiwa, sedangkan spiritisme adalah pemujaan terhadap roh-roh leluhur dan makhluk-makhluk halus lainnya yang terdapat di alam.
Keyakinan
hasil didikan alam ini terus dianut oleh orang Jawa secara turun-temurun. Bahkan
ketika zaman kolonial, ketika orang Jawa sudah banyak yang menganut agama
formal, seperti Islam, Hindu, Nasrani dan pemujaan terhadap kekuatan alam tidak
ditinggalkan. Tampaknya agama yang mereka anut tidak mampu menghilangkan
keyakinan terhadap adanya kekuatan alam.
Kepercayaan
atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut sebagai “kejawen”. Ajaran kejawen
merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama formal dengan pemujaan
terhadap kekuatan alam. Sebagai contoh, orang Jawa banyak yang menganut agama
Islam, tetapi pengetahuan mereka tentang agamanya boleh dikatakan masih kurang
mendalam. Praktik keagamaan yang dilakukan hanya sebagai seremoni semata (ini
merupakan hasil pengamatan Van Hien sebelum perang dunia ke-2).
Pengamat
yang teliti akan mengetahui bahwa orang Jawa memiliki kepercayaan yang beragam
dan campur aduk. Praktik keagamaan yang dianut oleh orang Islam banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan dari agama Brahma, Budha, Magisme, Dualisme dan
kepercayaan kepada alam. Penduduk di pulau Jawa juga masih banyak berpedoman
pada primbon dan petangan dalam melakukan ritual keagamaan. Petangan
adalah pedoman yang berasal dari praktik pemujaan terhadap dewa-dewa dan
makhluk-makhluk sakral dari agama Budha dan Parsi.
Ketika
agama islam masuk ke pulau Jawa, kepercayaan yang dianut orang Jawa terbagi ke
dalam beberapa sekte, seperti sekte Hindu, Brahma dan Budha. Sekte tersebut
berasal dari perbedaan agama di negeri asalnya di India, yang kemudian dibawa
penganutnya yang pindah ke Jawa. Pada masa kedatangan agama Islam, mereka tetap
mempertahankan kepercayaannya. Oleh kalangan islam, mereka yang menganut
sekte-sekte tersebut dijuluki sebagai Badawi, Baduwi atau perampok.
Secara
garis besar agama dan keyakinan yang dianut orang Jawa pada tahun 1920 dibagi
menjadi; Tiang Tengger, Animisme dan Islam. Tiang Tengger adalah orang Jawa
yang menganut kepercayaan yang berasal dari Hindu Wasiya yang semula menganut
kepercayaan Brahma. Ketika ajaran Islam menyebar di Pulau Jawa pada abad ke 14,
mereka tetap mempertahankan kepercayaannya. Akan tetapi ketika pelarian Hindu
Parsi datang ke Jawa pada abad ke-16, mereka beralih kepercayaan ke agama Hindu
Parsi.
Kaum
animis merupakan penduduk Jawa yang menganut keyakinan asli Jawa. Ketika agama
Islam menyebar ke Pulau Jawa, mereka tetap mempertahankan kepercayaannya. Oleh karena
Islam disebut sebagai Tiang Pasek atau orang tanpa kepercayaan.
Penganut
Islam yang merupakan golongan terbesar di pulau Jawa, ternyata tidak memeluk
agama ini secara murni sehingga masih dapat dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu:
·
Kaum Islam yang asih
memegang campuran kepercayaan Brahma dan Budha
·
Kaum Islam yang menganut
kepercayaan magic dan dualisme
·
Kaum Islam yang masih menganut
Animisme
·
Kaum Islam yang menganut
agamanya secara murni.
Oleh
Prof. Veth, ketiga sekte Islam yang pertama disebut sebagai kejawen. Sampai saat
ini, ajaran kejawen maish banyak dianut oleh orang Jawa. Sangat sulit untuk
dapat melihat keyakinan orang Jawa secara murni karena ajaran agama yang dianut
merupaakan percampuran dengan ajaran-ajaran sebelumnya di masa lalu. Pedoman dari
kepercayaan campuran ini tampak pada ajaran yang disebut sebagai petangan. Petangan
selain mempengaruhi kehidupan keagamaan yang dianut, juga mempengaruhi
kehidupan sehari-hari orang Jawa.
Petangan
adalah keyakinan mengenai hubungan antara manusia dan roh-roh halus dan
emrupakan sarana bantu di amna Yang Kuasa dapat menampakkan diri secara tidak
langsung kepada manusia. Petangan dapat memberi harapan dan kedamaian dan juga
kekuasaan. Oleh orang Jawa, petangan dibagi menjadi empat jenis, yaitu;
·
Pawukon
·
Ngelmu
·
Tengeran
·
Primbon
Pawukon
adalah petangan yang dipakai oleh orang-orang Baduwi. Ngelmu adalah petangan
yang dipakai oleh orang Tengger. Tengeran adalah petangan yang dipakai oleh
Tiang Pasek dan Animisme. Sedangkan Primbon adalah petangan yang dipakai oleh
keempat golongan Islam.
Dalam
petangan tadi, orang Jawa mengenal zat-zat gaib. Zat gaib menurut orang Jawa
dipilah menjadi empat kelas utama, yaitu;
1. Dewa-dewi utama dan dewa-dewi lainnya, serta makhluk-makhluk
lain yang dipercayai oleh ajaran Budha dan Hindu. Kepercayaan ini terutama
dianut oleh orang Baduwi dan orang Jawa yang nenek moyang sebelumnya memeluk
agama tersebut
2. Zat yang dipuja sebagai Tuhan dari benda-benda angkasa dan
unsur-unsur yang berasal dari magisme dan dualisme. Orang Jawa mengenal ajaran
ini dari kalangan Hindu Parsi. Kepervayaan ini terutama dihargai dan dianut
oleh Tiang Tengger dan keturunannya yang beragama Hindu Parsi.
3. Setan-setan, jin-jin dan makhluk-makhluk halus yang berasal dari
pemujaan alam. Kepercayaan ini terutama dianut oleh Tiang Pasek sebagai
penduduk asli dari pulai Jawa dan keturunannya yang telah beragama Islam. Meskipun
telah beragama Islam, mereka tetap menghargai dan takut terhadap jin, setan dan
makhluk halus yang bersumber dari pemujaan terhadap alam.
4. Makhluk-makhluk yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab
agama Islam lainnya. Makhluk-makhluk gaib ini dihargai dan ditakuti oleh mereka
yang beragama islam (pada zaman dahulu).
#sumber: Dunia Mistik Orang Jawa, Capt. R.P. Suyono
0 komentar:
Posting Komentar